Wednesday, November 21, 2012

Rona Kemanusiaan



Manusia terlahir sesempurna mungkin berikut dengan perangkat istimewa yang membedakannya dengan makhluk lain di muka bumi. Meski tercipta dari saripati hina ia dimuliakan kedudukannya dengan kemampuannya memposisikan dirinya pada kondisi yang menunjukan eksistensinya sebagai manusia. Disinilah akal berperan besar disetiap kondisi keduniaan yang mampu mewujudkan arti manusia itu sendiri. Terlebih manusia memiliki sebuah gumpalan darah pemicu semua mimik suasana yang terpatri dari paras wajah. Dari darah inilah ia mampu merasakan kondisi sekitar dan mampu menentukan langkah tepat untuk menyikapi kejadian dilingkungannya. Gumpalan darah inilah yang membedakan dan mengklasifikasikan manusia-manusia dalam beberapa strata kehidupan. Entah ia akan menjadi manusia peduli ataukah memang gumpalan darah ini memang mati yang mewujudkan manusia buta terhadap lingkungan sekitar.


Hati disetiap diri manusia memang berbeda dalam hal menyikapi segenap peristiwa keduniaan. Akankah ia memang menunjukan sifat kemanusiaannya yang pada dasarnya setiap manusia akan resah jika melihat sebuah bentuk ketidakadilan terjadi di muka bumi. Tapi tak bisa dipungkiri, bahwasanya banyak segelintir manusia yang hanya memajang gumpalan darah ini ditempatnya dalam sistem tubuh. Ia tidak mempergunakan dengan semestinya arti dari keberadaan hati manusia. Lantas sebutan apa yang tepat untuk manusia seperti ini? Apakah ia memang manusia atau sekadar makhluk yang dibekali akal dan sistem istimewa lain? Ironi memang..

Manusia dengan hati yang berfungsi tentunya menunjukan arti sebenarnya dari keberadaan manusia itu sendiri. Sebuah ciptaan sempurna dari Dzat Maha sempurna yang mampu memposisikan dengan benar mengingat posisinya sebagai hamba di muka bumi. Ia senantiasa menggunakan hatinya dalam merespon kejadian diluar hidupnya yang terwujudkan dalam bentuk dan tingkah laku bentuk dari kemanusiaan itu sendiri. Manusia tentu tidak ingin hati yang dimilikinya justru menjadi titik noda keburukan yang menjadikan manusia itu menjauh dari sisi kemanusiaan. Ia akan selalu mencoba untuk mensucikan hati tersebut, terlebih hati memang mudah teracuni oleh penyakit-penyakit hati. Entah ia dengki, hasud, fitnah, congkak, ataupun buruk sangka. Namun dari ribuan manusia di bumi, sedikit dari mereka yang mengerti betul akan kebersihan sebuah hati. Semakin hari bukannya hati menjadi bersih namun hati semakin buruk rupa dengan racun hati yang selalu diperbesar dosisnya oleh manusia itu sendiri. Kembali akal berperan penting dalam menentukan ultimatum tegas terkait mengelola hati dan perawatan yang tepat untuk menjaga kesucian hati. Karena manusia sejati dilihat dari bagaimana ia mampu menggunakan hatinya sesuai dengan sunnatullah penciptaannya. Hati diciptakan untuk mengerti dan peduli dengan keadaan hati manusia lain serta menentukan pilihan terkait kesenangan dan kesedihan manusia. Sebuah kondisi wajar dan memang selalu menghampiri manusia berhati.

“Manusia memang istimewa. Ia diciptakan di dunia dengan perangkat sesempurna mungkin dibanding dengan makhluk lain yang diciptakan. Terlebih dari itu menjadikan manusia-manusia terbagi dalam beberapa jenis manusia penghuni bumi. Ia akan menjadi manusia sejati kala hati yang ada dalam sistem tubuhnya digunakan sesuai dengan kodrat penciptaannya. Atau ia hanya menjadi jenis manusia yang buta terhadap kondisi sekitar, karena memang hati yang ada pada dirinya sekadar pajangan dalam sistem tubuh. Itu semua berbicara tentang sebuah pilihan, toh setiap diri manusia telah dibekali dengan sistem istimewa lain, sebuah akal yang mampu memberi rona pada hati setiap diri manusia yang hidup di muka bumi.”    

No comments:

Post a Comment