Kondisi
yang kurasakan saat ini ialah menikmati bagaimana namanya menunggu sebuah
jawaban. Jawaban pereda gelombang yang selalu merubah posisi nyaman hati.
Sebuah Tanya yang selalu membuat hati ini tak tenang kala diri ini dihadapkan
pada sebuah kondisi kenyataan. Sejauh apapun usaha yang telah dicapai dalam
mencari jawaban itu sendiri, hati ini tetap mematung. terlalu naïf memang. Apakah
hanya perasaan sepihak yang kurasakan, tanpa perasaan membalas dari sisi yang
lain? Atau memang perasaan bersalah pada diri ini terhadap penguasa langit,
karena tak sadar diri ini telah melangkah jauh dalam hal menduakan kasih.
Memang belum waktunya diri ini mencoba bermain saling membalas perasaan sesama
manusia. Entahlah, memang perasaan inilah yang menguasai kesadaran perasaan.
Sebuah jawaban yang tentunya akan mampir disuatu waktu untuk membelai hati yang
kering. Yang bisa kulakukan saat ini hanya berjalan dan berlarian hingga
matahari terbenam setiap harinya. Hingga waktu yang dijanjikan itu telah menghampiri
jiwaku yang lelah, dan menggapai tanganku yang mulai rapuh menggenggam
perasaan.
Jika
ada satu hal yang membuat bumi ini tertawa dan menangis itu ialah perasaan
saling mengasihi. Sebuah kondisi yang akan menghasilkan dua pilihan warna
kehidupan. Ia akan tertawa kala perasaan ini saling terbalas satu sama lain
antar sipelaku asmara. Ia akan menangis saat perasaan hanya ada pada satu pihak
yang mengharap, sementara lain pihak bersikap acuh tanpa memperdulikan kondisi
hati sipengharap. Namun itu semua hanyalah klise kehidupan yang digariskan dan
dititikberatkan pada kondisi kejiwaan manusiawi. Tentu bukanlah dua warna
kehidupan tersebut yang benar adanya dalam bumi ini. Ada hal lain yang
berkaitan dengan perasaan kasih yang lebih suci dan tanpa perlu adanya perasaan
khawatir dalam perihal membalas kasih. Karena mengasihi penguasa langit dengan
perasaan sepenuhnya sebagai perwujudan seorang hamba yang normal, akan dengan
sendirinya penguasa langit membalas kasih tersebut tanpa ada kedustaan dari
kedua belah pihak. Karena kasih ini bersifat suci dan tulus tanpa ada unsur
lain mewarnai putihnya kasih antara manusia dan penguasa langit dan bumi.
Pemilik kehidupan selalu membuka lebar pintu kasihnya untuk setiap manusia yang
rindu akan kasih yang jernih, suci, dan putih. Yang perlu dilakukan simanusia
hanya tetap berada pada garis dan aturan yang telah ditetapkan oleh penguasa
langit. Lantas inilah yang selama ini berputaran dalam kenyamanan hati. Disatu
sisi diri ini mencoba tetap terjaga dengan satu kasih yang suci, yakni kasih
terhadap dzat yang agung penguasa langit dan bumi. Tapi disisi lain hati ini
selalu tergoda untuk bermain dalam kisah asmara pengikat kasih sesama manusia,
yang selalu menghasilkan dua warna kehidupan. Memang hingga kini diri ini belum
sampai pada tahap menjalani sebuah hubungan yang belum waktunya dilakukan,
karna memang selalu ada pertarungan hati dalam mempertahankan sebuah komitmen.
Namun tetap saja sisi lain diri ini mencoba mengarungi kisah asmara sesama
manusia. Yang terkadang menodai kasih suci yang telah diikrarkan sejak diri ini
berada dalam rahim seorang bunda. Sebuah pertarungan yang akan tetap terjadi
dalam masa menuju kedewasaan dan menjadi manusia seutuhnya. Diri ini hanya
berharap agar ikrar kasih suci tetap menjadi pemenang dari segala pertarungan
hati.
“Manusia
ialah makhluk yang senang akan cinta dan kasih. Ia akan tertawa saat ada kasih
yang membelai mesra hati kecilnya. Namun, cinta dan kasih yang seperti apa?
Karena bumi ini menawarkan dua jenis cinta kasih. Akankah ia bermain-main dalam
cinta kasih semu ataukah mesra dalam merajut putihnya cinta kasih yang suci dan
abadi. Sebuah Tanya yang akan selalu menghampiri setiap manusia dalam proses
menjadi manusia sejati.”
No comments:
Post a Comment