Monday, September 17, 2012

Manusia



Beragam spekulasi pendefinisian manusia telah terlontarkan dari sejumlah manusia yang mengaku sebagai seorang pemikir. Bermacam dasar pemikiran mereka pakai untuk melegalisi pemahaman yang mereka anggap paling baik menurut sudut pandang pribadi sendiri maupun golongan yang menaungi pemahaman tersebut. Yang pada akhirnya beraneka teoritis manis pun terlahirkan dalam rangka membedah dan memaknai arti dari makhluk yang memiliki potensi berakal dan bernafsu, manusia. Entahlah Ia sebagai zoon politicon seperti kata Aristoteles ataupun makhluk dwitunggal seperti yang dituliskan oleh buku PPKN yang diajarkan di jenjang SMA dahulu. Namun yang ingin saya tuliskan disini ialah definisi manusia berdasarkan sudut pandang Allah sebagai dzat tertinggi dalam memberikan posisi bagi makhluk ciptaan-Nya di dunia yang hanya berstatuskan hamba-Nya. Setidaknya manusia didefinisikan sebagai berikut ini :


Makhluk ciptaan Allah. “Dia menciptakan manusia.” (Ar-Rahman:3). Lantas pantaskah kita disebut sebagai bagian dari spesies manusia jika kita masih meragukan siapa dibalik penciptaan kita di bumi. Ia menutup diri dari pencarian kebenaran dibalik kejadian penciptaan manusia padahal kini Ia hidup di zaman dimana segala informasi mudah diperoleh dari sumber manapun.

Makhluk yang dimuliakan. “ Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka diatas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” (Al-Isra’:70). Lantas pantaskah kita disebut sebagai bagian dari spesies manusia jika kita masih tidak bersyukur dengan keadaan yang kita miliki saat ini.? Begitu banyak manusia selalu menghakimi aspek kejadian yang menimpa dirinya jika kejadian tersebut Ia pandang buruk menurut pemahaman Ia sendiri.

Makhluk yang pandai bicara. “ Mengajarnya pandai bicara.” (Ar-Rahman:4). Fitrah manusia diciptakan mempunyai kepandaian dalam berbicara, mengungkapkan argument yang menjadi landasan berfikirnya. Dari kemampuan inilah Ia mampu mengajak manusia lain terkait dalam kebaikan maupun keburukan.

Makhluk dengan bentuk yang baik. “ Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (At-Tin:4). Ini membantah pernyataan Darwin dengan teori evolusinya yang menyatakan manusia berasal dari kera.

Makhluk yang dimintai pertanggungjawaban. “ Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?.” (Al-Qiyamah:36). Lantas pantaskah kita disebut sebagai bagian dari spesies manusia jika kita masih beranggapan ketika kita sudah menjadi tulang-belulang kita tidak akan dibangkitkan? Dengan konsekuensi mempertanggungjawabkan semua yang telah kita usahakan ketika kita masih diberi kesempatan menghirup udara bebas. Ketika kita mati dan menyesali semua perihal hidup yang disia-siakan tentunya tidak ada kesempatan bagi kita untuk kembali pada kehidupan dunia.

“ Manusia dengan posisinya sebagai sama-sama makhluk dan hamba Allah yang jauh dari kesempurnaan, jelaslah Ia tidak layak untuk mengintimidasi manusia lain berdasarkan apapun. Toh kita sama-sama akan dimintai pertanggungjawaban nantinya perihal tingkah laku kita sebagai hamba dan sebagai manusia yang menjalin hubungan sosial dengan manusia lain.”

17 September 2012

No comments:

Post a Comment